
Saya habis membaca buku ini dalam waktu satu hari, pada hari kedua dalam tahun baru Imlek. Sehabis mengumpulkan angpao dari rumah-rumah saudara, saya pergi ke sebuah mall baru di daerah Grogol. Di situlah saya bertemu dengan Perahu Kertas. Tanpa ragu-ragu, saya pun membelinya dengan uang "penghasilan" tadi siang. Entah sudah berapa lama tidak membeli sebuah buku berbahasa Indonesia. Saya penggemar karya Dee; seri Supernova yang sudah lama tidak ada lanjutannya masih setia menempati buku Indonesia favorit di perpustakaan hati.
Dari mulai halaman pertama saya terhanyut dalam pusaran kisah Kugy dan Keenan. Dua anak mahasiswa yang punya mimpi namun ragu-ragu untuk mengejar mimpinya karena realita hidup mendorong mereka ke tempat yang lain. Kugy ingin menjadi juru dongeng, Keenan ingin menjadi pelukis. Mereka bertemu, star-crossed lovers. Tapi seperti kata sang pujangga tersohor Shakespeare "The course of true love never did run smooth", kisah mereka terurai dalam buku setebal 400an halaman ini, mengundang bahagia, tawa, air mata, pemikiran, tanda tanya, dan kepercayaan akan cinta dan mimpi.
Sudah lama saya tidak menemukan novel yang ringan isinya tapi tulus dan bermakna. Pengembangan karakter begitu pandai dan mulus sehingga sejak bab kedua saya seperti sudah mengenal kedua tokoh utama itu bertahun-tahun (atau berbab-bab dalam hitungan buku). Alur ceritanya pun mengalir; walaupun terkadang mudah ditebak, namun bahasanya yang segar membuat proses membaca menghibur. Jiwa puitis Dee pun tidak hilang dalam arus novel ini. Untuk kategori novel popular, novel ini sangat saya rekomendasi.
Membaca dalam bahasa Indonesia lain rasanya dengan membaca dalam bahasa Inggris; saya tidak tahu bagaimana mengungkapkannya tapi ada rasa hangat dan kedekatan yang lebih, seperti makan bakso bihun dengan teh botol pada hari hujan di dalam warung di pelosok yang agak terpencil di kota.
Sesampainya di halaman terakhir, saya tersenyum sendiri. Seandainya bisa terus duduk di dalam Perahu Kertas dan berlayar bertemu Neptunus di laut...